Menteri Perdagangan, Rachmad Gobel menyatakan,
larangan perdagangan bir di supermarket dan pedagang eceran merupakan bagian
dari revolusi mental. "Ini bagian dari revolusi mental. Kita tidak ingin
generasi muda memiliki daya tahan tubuh yang lemah karena minum-minuman
beralkohol," katanya seperti yang dikutip Kantor Berita Antara, Kamis, 19
Maret 2015.
Semua
rakyat Indonesia, termasuk para pedagang kecil eceran yang mengandalkan
penghidupannya dari menjual bir tentu tidak setuju dengan mabuk-mabukan. Sebagai bangsa Timur, budaya mabuk sangat ditentang
oleh siapa saja. Namun jika pelarangan menjual bir, dianggap memabukkan dan
merusak generasi muda, apalagi menyebut larangan itu sebagai bagian dari
revolusi mental, tentu kita harus kembali membuka sebuah tulisan yang ditulis
oleh Presiden Jokowi di Harian Kompas pada 10 Mei 2014 lalu.

Dalam
melaksanakan revolusi mental, Jokowi menyentil, konsep Trisakti yang pernah
diutarakan Bung Karno dalam pidatonya tahun 1963 dengan tiga pilarnya,
”Indonesia yang berdaulat secara politik”, ”Indonesia yang mandiri secara
ekonomi”, dan ”Indonesia yang berkepribadian secara sosial-budaya”.
Konsep revolusi mental, dimaknai Jokowi sebagai usaha menciptakan sebuah sistem politik yang akuntabel, bersih dari praktik korupsi dan tindakan intimidasi. Di bidang ekonomi, Indonesia harus berusaha melepaskan diri dari ketergantungan yang mendalam pada investasi/modal/bantuan dan teknologi luar negeri dan juga pemenuhan kebutuhan makanan dan bahan pokok lainnya dari impor. Kebijakan ekonomi liberal yang sekadar mengedepankan kekuatan pasar telah menjebak Indonesia sehingga menggantung pada modal asing.
Konsep revolusi mental, dimaknai Jokowi sebagai usaha menciptakan sebuah sistem politik yang akuntabel, bersih dari praktik korupsi dan tindakan intimidasi. Di bidang ekonomi, Indonesia harus berusaha melepaskan diri dari ketergantungan yang mendalam pada investasi/modal/bantuan dan teknologi luar negeri dan juga pemenuhan kebutuhan makanan dan bahan pokok lainnya dari impor. Kebijakan ekonomi liberal yang sekadar mengedepankan kekuatan pasar telah menjebak Indonesia sehingga menggantung pada modal asing.
Mengapa regulasi anti bir ini hanya mengijinkan bir dijual di supermarket dan hipermarket ?
#
Istilah
revolusi mental, untuk pertama kalinya, mencuat
dalam diskusi di Balai Kartini, Jumat (17/10/2014). Salah satu jawaban datang
dari politisi senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Panda Nababan.

Berikutnya,
Panda mengatakan, "Tapi Pak Jokowi tidak mau menyerah. Dia bekerja,
berusaha, hingga sampai seperti saat ini." Menurut Panda, perjalanan
Jokowi dari yang semula seperti profil para anggota SMRK tersebut hingga
menjadi presiden terpilih merupakan cuplikan dari konsep revolusi mental itu
sendiri.
Kami, pedagang kecil juga sama seperti Pak Jokowi, kami bekerja keras untuk menghidupi keluarga dari hasil menjual bir yang legal.
Setelah terpilih menjadi Presiden, Jokowi kemudian mencanangan gerakan nasional revolusi mental saat menghadiri upacara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-43 Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) di Silang Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Senin (1/12/2014).
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi
menyatakan ada tiga sasaran dalam revolusi mental Jokowi yang akan diterapkan
ke semua birokrasi dalam pemerintahannya. Pertama, merubah mindset cara
berpikir dan cara pandang bahwa birokrat yang melayani rakyat yang salah satu
cara mengimpelementasinya adalah dalam public service pelayanan publik. Bahwa
aparatur sipil negara sebagai representasi dari pemerintahan, hadir setiap
rakyat membutuhkan mereka. Kemudian sasaran berikutnya ialah kultur dan budaya.
Kemana saja Bapak ketika kami yang juga telah membayar pajak menjerit akibat regulasi anti bir ini berlaku ?
#
Setelah
ditetapkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2015 tentang larangan
menjual bir di minimarket dan pedagang eceran, yang tanpa melibatkan perwakilan
pedagang yang juga bagian rakyat Indonesia, banyak pedagang eceran bir
kehilangan pekerjaan dan pendapatan. Mereka takut terkena razia dan membayar
sejumlah uang untuk retribusi lainnya yang sudah biasa mereka lakukan sebelum
aturan itu ditetapkan.
Gubenur
DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menyebutkan penerapan aturan ini akan
memunculkan mafia perdagangan gelap alkohol. Sedangkan beberapa aktifis dan
pengamat sosial juga menyebutkan bahwa penerapan regulasi anti bir ini rawan
memunculkan korupsi baru di Indonesia, dimana masih lemah penegakan hukumnya.
Penjual
bir yang menjual produk yang diakui oleh Undang-Undang Perdagangan dan diawasi
keamanan konsumsi oleh Badan POM, dianggap produk illegal seperti halnya dengan
narkotika. Pembeli bir di warung kecil, dianggap sebagai seorang kriminal
karena regulasi anti bir.
Bapak
Menteri Gobel yang terhormat,
Presiden
Jokowi telah memberikan semangat “blusukan” kepada menteri di Kabinetnya
sebagai bagian dari revolusi mental. Untuk mengetahui apakah bir itu dianggap
sebagai biang keladi mabuk-mabukan dan merusak generasi muda, ada baiknya untuk
kembali turun ke jalanan.
Bir,
oleh sebagian remaja di Indonesia, bukanlah termasuk pilihan minuman untuk
niatan mabuk-mabukan. Bir dengan kandungan alkohol yang rendah hanyalah sebagai
minuman orang dewasa yang melepas kepenatan bekerja, menjaga stamina dan
kesehatan.
Anak-anak
muda lebih memilih mengkonsumsi minuman beralkohol dengan kandungan alkohol
tinggi seperti arak, anggur, bahkan oplosan yang dianggap memiliki efek “mabok
lebih cepat” namun merusak tubuh karena mengandung racun (methanol). Generasi muda saat ini lebih mengenal oplosan
dibandingkan dengan jenis narkotika yang saat ini sulit didapatkan karena
kampanye “mahal” narkotika.
Seperti
halnya model “Layanan antar barang”, arak eceran maupun oplosan, dalam hitungan
menit, sudah disampai ke tangan anak-anak muda. Mengkonsumsi arak dan oplosan
dipandang mempunyai efek jantan, --karena sanggup mengkonsumsi alkohol
tinggi--.
Sehingga di kalangan anak-anak
muda ada istilah “Minum bir hanyalah untuk kencing saja kurang kuat. Belum
pernah ditemukan kasus kematian akibat mengkonsumsi bir.
Gubenur
Ahok bilang bir sebenarnya membantu kelancaran saluran pencernaan.
"Orang
susah kencing juga disuruh minum bir, baru lancar," ujarnya di Balai Kota,
Kamis, 16 April 2015.
#
Kabar
Indonesia melarang penjualan minuman beralkohol, terutama bir di minimarket,
menggegerkan publik Australia. Banyak calon turis meyakini beleid itu akan
memicu penurunan jumlah wisatawan.
Presiden
Institut Indonesia, Ross Taylor mengatakan selain aturan Kemendag, adanya RUU
usulan Fraksi PPP dan PKS yang ingin memberi hukuman bui bagi konsumen miras
lebih mengkhawatirkan dibanding eksekusi mati duo Bali Nine.
"Saya
masih yakin akal sehat akan dikedepankan di Indonesia, tapi memang kelompok
agama di seluruh Indonesia sekarang sedang mendapatkan momentum
kebangkitannya," ujarnya seperti dilansir the Australian, Kamis (16/4).
Publik
Negeri Kanguru di laman kantor berita ABC di Facebook juga menyesalkan kalau
larangan ini benar-benar disahkan negara.
"Aturan
ini bisa menghancurkan perekonomian mereka," kata akun Sarah Manoni.
Akun
Facebook Jack Shamoon mencemooh aturan ini. Saat sebagian legislator Indonesia
ingin melarang konsumsi alkohol, rokok masih dijual bebas di minimarket.
Padahal dua komoditas itu sama-sama membahayakan.
"Bagaimana
dengan rokok? Oh ya, mereka mendapatkan uang yang banyak dari perokok berusia
10 tahun," tulis Shamoon.
Sebagai
pedagang kecil, yang belum pernah sama sekali melihat Australia, saya hanya
kuatir dampaknya kepada rekan-rekan saya di Batam, Bali dan daerah wisata
lainnya di Indonesia. Tentu, dampak ini tidak hanya di daerah wisata, daerah
lain juga akan terdampak mengingat saat ini banyak wisatawan asing yang
berkunjung ke beberapa daerah di Indonesia untuk berbisnis atau melakukan
perjalanan panjang mengenal budaya bangsa Indonesia.
Tidak
hanya untuk wisatawan asing tentunya, pelarangan menjual bir juga membunuh
usaha dari kelompok masyarakat kecil yang menjual bir dalam acara budaya,
seperti tayuban dan ritual lainnya seperti Pekong di Batam.
#
Bapak, sebagai
salah satu pendukung Presiden Jokowi, saya bingung “Apakah regulasi bir ini termasuk
revolusi mental ? “ yang terdapat konsep Trisakti yang pernah diutarakan Bung
Karno dalam pidatonya tahun 1963. Apakah
revolusi mental ini masih menjadi bagian dari Konsep Pancasila dan Kebhinekaan
seperti yang telah digariskan oleh para pendiri bangsa ini?
Atau
jangan-jangan, revolusi mental seperti istilah Karl Marx yang pernah menggunakan
istilah revolusi mental dalam satu bukunya berjudul Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte yang terbit tahun 1869. Mark
menyatakan, bahwa revolusi mental menjadi tujuan dari Gerakan 4 Mei (May
Four Enlightenment Movement ), sebuah
gerakan perlawanan rakyat pertama untuk menentang kekuasaan kekaisaran China
tahun 1919.