Senin, 06 April 2015

Seni Tayub Ikut Kena Imbas Larangan Peredaran Minuman Beralkohol

Kebijakan Pemerintahan Jokowi kembali direspons negatif. Kali ini, terkait Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol golongan A.

Alasannya, peraturan tersebut dianggap bakal mematikan perekonomian para pedagang dan pengecer yang selama ini berjualan minuman beralkohol dengan kadar alkohol 0-5 persen tersebut. “Sebagai pedagang kecil, jelas sangat dirugikan atas peraturan menteri itu. Apalagi, pemberlakuan aturan itu tanpa ada sosialisasi sebelumnya,” tegas Sudarsono, Koordinator Pedagang Minuman Beralkohol se-Jatim, Senin (6/4).

Ditambahkan Sudarsono, larangan berjuaan bir itu juga mengancam rantai perekonomian masyarakat kecil di bisnis pariwisata yang tersebar di seluruh Indonesia, khususnya Jawa Timur. “Pemerintah seharusnya memikirkan rakyat kecil. Larangan berjualan minuman beralkohol itu sama dengan mematikan kami pelan-pelan,” ucap Sudarsono.

Pedagang yang membuka usahanya di kawasan Surabaya Barat ini lalu memapar, omset berjualan minuman beralkohol selama sebulan 1.000-3.000 krat. “Itu sudah jauh berkurang belakangan ini. Apalagi sekarang dengan adanya larangan ini, jelas matilah usaha orang-orang seperti saya ini” ungkapnya.

Ditambahkan Sudarsono, keluhan atas larangan peredaran minuman beralkohol di supermarket dan pedagang eceran ini juga muncul dari paguyuban kesenian tradisional Tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur, serta masyarakat kesenian di Jatim dan Jateng. “Mestinya Pak Presiden Jokowi dan Pak Menteri Gobel blusukan ke daerah kami untuk melihat fakta sebenarnya di lapangan. Konsumen minuman beralkohol itu tak hanya turis asing di daerah pariwisata, tapi banyak masyakarat lokal dan adat setempat di seluruh Indonesia,“ ungkapnya.

Menurut Sudarsono, paguyuban Tayub dan Bandar Tayub selama ini beli bir di toko pengecer terdekat sebelum kemudian dijual kembali ke tamu undangan hajatan. “Dari kegiatan ini mereka memperoleh tambahan rejeki. Ini adalah bagian dari kultur masyakarat Indonesia yang sudah ada sejak lama, “ kata Sudarsono.

Untuk menyampaikan uneg-uneg para pedagang kecil di Jatim ini, lanjut Sudarsono, pihaknya akan menyampaikan petisi ke Presiden Jokowi serta Menteri Perdagangan. “Korban dari aturan yang akan berlaku per-16 April ini sangat banyak. Jadi harus dipertimbangkan lagi oleh pemerintah,” tegasnya.

Dihubungi terpisah, Nur Khasan, Ketua Forum Komunikasi Pedagang Minuman Beralkohol Seluruh Indonesia (FKPMB-SI) Nur Khasan mengatakan pihaknya sudah menerima surat pernyataan penolakan ratusan pedagang eceran minuman beralkohol di lebih dari dua puluh daerah, mulai dari Subang, Cirebon, Bandung, Bali, Sragen, Yogyakarta, Kediri, dan Bojonegoro.

Ditekankan Nur Khasan, masalah baru yang akan muncul dengan adanya peraturan ini adalah meningkatnya bisnis oplosan karena melihat peluang kosongnya produk minuman beralkohol di pasar. “Pemerintah belum tuntas menanggulangi korban oplosan, tapi sekarang menciptakan kesempatan untuk usaha ilegal ini berkembang,” cetusnya.

Nur Khasan menepis tudingan minuman beralkohol bisa menyebabkan kematian. “Selama ini tak pernah ada orang meninggal karena mengkonsumsi bir. Yang meninggal itu karena mereka ngoplos. Jikalau terjadi keributan atau pertengkaran itu bukan karena salah minumannya tetapi karena penyalahgunaan. Orang sehabis makan soto saja juga bisa ribut,“ tuturnya. (sumber : tribunnews)

Baca juga 

http://regional.kompas.com/read/2015/04/06/21213351/Pedagang.Miras.Eceran.Kirim.Petisi.Berbahasa.Jawa.Untuk.Jokowi

http://www.antarajatim.com/lihat3/berita/154828/pedagang-galang-petisi-tolak-pengendalian-minuman-beralkohol

http://m.merdeka.com/peristiwa/lawan-permendag-nomor-06-ratusan-pedagang-miras-bikin-petisi.html

http://kelanakota.suarasurabaya.net/news/2015/150263-Pedagang-Tradisional-Minol-Jatim-Tolak-Permendag-nomor-6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger