Menyikapi pemberlakukan
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang
Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol yang menyebabkan keresahan bagi pedagang minuman beralkohol, puluhan
perwakilan pedagang dan pengecer minuman beralkohol di seluruh Indonesia
membentuk Forum Komunikasi Pedagang Pengecer Minuman Beralkohol seluruh Indonesia.
Ketua Forum Komunikasi
Pedagang Pengecer Minuman Beralkohol
seluruh Indonesia Nur Khasan mengatakan forum ini lahir dari inisiatif
para pedagang dan pengecer minuman beralkohol di berbagai daerah di Indonesia
atas ketidakpastian hukum dan berusaha menjual produk minuman beralkohol legal
yang masih dilindungi oleh Undang-Undang Perdagangan.
“Peraturan tentang
Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman
Beralkohol kurang memperhatikan nasib pedagang eceran tradisional yang
menggantungkan penjualan minuman beralkohol legal sebagai sumber penghidupan, “
kata Nur Khasan dalam siaran persnya, Senin (17/03).
Forum Komunikasi Pedagang
Pengecer Minuman Beralkohol seluruh
Indonesia resmi dideklarasikan di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta pada 13
Maret 2015 lalu. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh sejumlah perwakilan pedagang
dan pengecer asal Jawa Tengah, Jakarta hingga Jawa Timur itu menghasilkan
kesepakatan bersama yang selanjutnya akan diserahkan langsung kepada Presiden
Republik Indonesia Joko Widodo.
"Kabinet Jokowi dikenal
dengan kerja model blusukannya. Nah seharusnya sebelum membuat peraturan itu,
kabinetnya melakukan blusukan di tingkat pedagang eceran. Dampak dari
pemberlakukan Peraturan ini sangat memberatkan pedagang, " kata Hasan,
--nama panggilan Nur Khasan--.
Salah satu pedagang di Jawa
Barat misalnya, kata Hasan bercerita bahwa ia menjual bir selama belasan tahun
hingga sanggup membiayai ketiga anaknya hingga lulus kuliah kedokteran. Pasca
pemberlakukan Permendag termasuk sejumlah regulasi pelarangan dan pembatasan
penjualan minuman beralkohol, pemerintah seakan tutup mata dan terkesan lebih
melindungi pemilik jaringan hipermarket dan supermarket dibanding pedagang
kecil.
Nur yang berasal dari Batang,
Jawa Tengah juga bercerita mengenai perdagangan bir di kawasan Alas Roban yang
mampu merubah puluhan bajing loncat (sebutan bagi pelaku tindak kriminal
pencurian kendaraan bermotor) untuk berwiraswasta membuka warung.
"Sejak sepuluh tahun
silam dengan banyaknya warung kecil yang menjual bir, kawasan Alas Roban jadi
aman dari kelompok bajing loncat, " katanya.
Nur mengatakan di daerah
Batang sendiri tidak ada hypermarket dan minimarket. Sehingga dengan
pemberlakukan Permendag mengenai larangan penjualan bir di minimarket pratis
sama dengan melarang seluruhnya penjualan bir di tingkat pengecer.
Seperti diketahui, pada 16
Januari 2015 lalu, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel telah menandatangani
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang
Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan
Minuman Beralkohol. Aturan itu melarang penjualan minuman beralkohol dibawah 5
persen dijual di minimarket. Dengan keluarnya aturan ini, pebisnis minimarket
wajib menarik minuman beralkohol jenis bir dari gerai minimarket miliknya
paling lambat tiga bulan sejak aturan ini terbit. Penjualan bir hanya boleh di
hypermarket dan supermarket.
"Selain berdampak pada
semakin banyaknya peredaran oplosan karena ketiadaan bir, tindak kejahatan di
Alas Roban dikuatirkan marak lagi karena pemerintah mematikan sumber pendapatan
masyarakat, " katanya.
Hasan mengatakan tidak hanya
di Batang, bagi masyarakat di Indramayu, konsumsi minuman beralkohol merupakan
budaya setiap perayaan panen raya setiap bulan April.
"Di Indramayu juga tidak
ada hypermarket dan supermarket. Jika aturan Permendag itu diterapkan maka
dikuatirkan akan terjadi korban akibat oplosan, “ katanya.
Hasan mengatakan pemerintah
seharusnya melindungi hak berdagang pedagang minuman beralkohol karena selama
ini produk minuman beralkohol masih legal di Indonesia.
"Sekarang ini seakan-akan
menjual bir seperti menjual narkoba saja. Padahal yang banyak memakan korban
jiwa ialah oplosan, " katanya.
Hasan berharap Presiden Joko
Widodo bertindak arif dan bijaksana dalam menilai aspek sosial dan ekonomi dari
setiap kebijakan, khususnya pelarangan dan pembatasan penjualan produk minuman
beralkohol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar