Minggu, 22 Maret 2015

Regulasi Baru Rawan Korupsi

Sejumlah regulasi yang melarang penjualan minuman beralkohol di sejumlah daerah, termasuk Peraturan No 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol diduga rawan tindak pidana korupsi.

Koordinator East Java Action (EJA), sebuah organisasi non profit yang bergerak dalam bidang pendampingan terhadap korban narkotika dan obat terlarang di Jawa Timur, Rudhy Wedhasmara, mengatakan regulasi yang mengatur dan melarang peredaran dan penjualan minuman  beralkohol di Surabaya ini tidak efektif karena masih minimnya pengetahuan masyarakat mengenai alkohol.

“Di berbagai negara lainnya, seperti di London, Inggris, juga mempunyai aturan yang tegas terkait alkohol, misalnya denda bagi pembeli alkohol di bawah 18 tahun. Meskipun diatur ketat, namun juga dibarengi pendidikan masyarakat mengenai alkohol, serta aturan ketat tentang tata kelola keuangan," katanya.

Di Indonesia, kata Rhendy, pendidikan mengenai alkohol kurang mendapatkan perhatian. Pemerintah baru bersikap reakif dengan membuat aturan ketika muncul banyaknya korban jiwa akibat oplosan.

“Peraturan Daerah Pengendalian Minuman Beralkohol justru berpotensi memunculkan pemerasan dari oknum yang tidak bertanggung jawab bahkan juga rawan tindak korupsi dari pemberian label pungutan retribusi dari produk alkohol, “ katanya.

Rudhy menyebut, melalui peraturan daerah nantinya orang yang meminum minuman beralkohol bukan untuk mabuk bisa dikriminalkan sementara pemerintah sendiri tidak bisa mengawasi peredaran oplosan.

“Saya banyak menemui ada beberapa oplosan yang bahannya dari minuman nonalkohol kemudian dicampur dengan minuman beralkohol seperti arak.  Jika aturan ini berlaku bisa saja produsen minuman non alkohol juga terkena sanksi pidana karena pencampuran dari produknya menyebabkan keracunan alkohol (methanol), “ katanya.

Untuk dapat melindungi warga negara dari kematian akibat minuman oplosan, kata Rudhy seharusnya pemerintah bukan melarang dan menafikan keberadaan dan konsumsi minuman beralkohol di masyarakat. Pemerintah harus berani mengangkat produk-produk minuman beralkohol lokal sehingga berada dalam kerangka perdagangan yang resmi dimana mutunya dapat diawasi dan produksi serta perolehannya tidak lagi dilakukan secara sembunyi-sembunyi

Sosiolog Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto, mengatakan regulasi pelarangan penjualan minuman berakohol ini tidak efektif menekan jumlah korban jiwa akibat oplosan.

“Meminum minuman oplosan menunjukkan perilaku, maka untuk mengubah perilaku bukanlah melalui Peraturan Daerah melainkan dikembalikan ke norma atau aturan yang berlaku di masyarakat, “ katanya.

Bagong menyebut konsumsi oplosan merupakan bagian dari sub kultur masyarakat menengah ke bawah yang memaknai konsumsi oplosan untuk menunjukkan kejantanan.

Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Pedagang Minuman Beralkohol Seluruh Indonesia, Nur Khasan mengatakan sebagai pedagang dan pengecer minuman beralkohol, pihaknya sangat tunduk kepada hukum dan perundangan yang berlaku di Indonesia, termasuk melaksanakan kewajian kami sebagai warga negara.

"Kami mempunyai ijin berjualan secara resmi seperi yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, " kata pria yang dipanggil Hasan.

Hasan mengatakan sesuai Pasal 99 ayat 2 UU Perdagangan, maka  pelarangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk menarik barang dari distribusi atau menghentikan kegiatan jasa yang diperdagangkan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perdagangan.

"Pemberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol menyebabkan keresahan karena dalam pelaksanaannya tidak memberikan kepastian berusaha dan hukum kepada para pedagang dan pengecer minuman beralkohol di daerah, " katanya.

Hasan mengatakan selama ini para pedagang minuman beralkohol juga peduli dengan generasi muda dengan tidak menjual minuman beralkohol kepada anak-anak dan remaja dibawah usia 21 tahun. (*berbagai sumber, vivanews.com)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger